Jakarta - Saya baru saja menepati rumah pada bulan Agustus 2008. Tiba-tiba saya dikejutkan dengan tagihan listrik bulan September 2008 yang menurut saya sangat besar. Lalu, saya lapor ke PLN (Perusahaan Listrik Negara) Serpong bahwa mungkin ada kesalahan hitung yang terjadi sehingga mengakibatkan tagihan saya membengkak karena saya tanya kepada tetangga saya dengan daya yang sama dan penggunaan listrik yang relatif sama menurut kasat mata tagihan saya mencapai lebih dari dua kali lipat dari tagihan tetangga saya.
Lalu, saya menghubungi PLN Serpong dengan Ibu Rini beliau mengatakan akan mengkompensasi tagihan saya di bulan yang akan datang sehungga saya hanya membayar abodemennya saja. Memang benar di bulan Oktober 2008 saya hanya membayar abodemen saja.
Tetapi, bulan November 2008 saya kembali lagi dikejutkan tagihan yang lagi-lagi sangat besar. Saya kembali menghubungi PLN Serpong dengan Bapak Herman. Beliau menyarankan untuk melihat meteran listrik dan tidak beberapa lama memang Bapak Herman datang ke rumah untuk mengecek angka pada meteran listrik rumah saya. Beliau bilang bahwa memang mungkin ada kesalahan hitung.
Tetapi, beliau tetap menyarankan bahwa saya tetap harus membayarkan tagihan tersebut karena PLN Serpong sedang mengejar target pembayaran listrik di daerah Serpong. Jika ada kelebihan bayar maka akan dikompensasikan di bulan depan.
Tidak percaya dengan penjelasan tersebut saya mencoba menghubungi lagi PLN Serpong dan yang mengangkat telepon adalah laki-laki saya lupa namanya menjelaskan bahwa memang angka meteran yang dicatat di PLN saat ini adalah angka perkiraan saja.
Suatu jawaban yang sangat menakjubkan bahwa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sekelas PLN mencatat angka pemakaian meteran listrik berdasarkan perkiraan. Atau karena PLN Serpong sedang mengejar target pembayaran listrik sehingga mengorbankan kostumer yang awam seperti saya.
Setelah beberapa kali berkonsultasi dengan PLN dan mengecek meteran rumah ternyata meteran rumah saya rusak. Lalu, saya lapor ke PLN dan ternyata saya malah didenda sekitar 4 juta rupiah karena dianggap merusak meteran listrik rumah.
Hal yang tidak masuk akal jika saya lapor meteran rusak kok malah kena denda. Mana mungkin saya lapor kalau saya sendiri yang merusak meteran. Saya sangat kecewa dengan PLN Serpong yang tidak memberikan keringanan apa pun terhadap saya. Jika meteran rusak tersebut adalah hasil temuan dari PLN mungkin saya bisa terima. Tapi, ini saya yang lapor kok malah saya yang harus menanggung denda sebesar itu.
Saya pernah konfirmasi kepada Bapak Hery kenapa meteran rusak baru ketahuan setelah saya lapor? Karena, sejak saya membeli rumah tersebut tahun 2007 belum pernah sekali pun petugas PLN yang datang ke rumah saya. Jika saya tidak komplain masalah tagihan listrik saya mungkin tidak pernah tahu kalau meteran rumah saya rusak.
Sekali lagi saya menemukan jawaban yang janggal. Bapak Hery bilang bahwa personil untuk pencatatan dan pengecekan meteran listrik coverage area Serpong hanya 5 (lima) orang.
Apakah PLN Serpong sudah tidak mampu lagi membayar orang untuk mengecek meteran listrik rumah sehingga kastemer seperti saya yang menjadi korbannya? Atau apakah ini salah satu strategi untuk meningkatan pembayaran listrik di daerah Serpong.
Kalau seperti ini saya hanya bisa berdoa semoga Bapak-bapak di PLN Serpong dapat segera naik jabatan karena program untuk meningkatan pembayaran listrik berhasil dengan mengenakan denda kepada kastemer seperti saya.(detik.com)
Hendriawan Hartanto
Kencana Loka A7 No 13 BSD
hendriawan_h@yahoo.com
08156586330
Selasa, 25 November 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar